Hutanku:
Jantung Negeriku dan Paru-Paru Dunia
Melindungi
hutan berarti menghentikan perubahan iklim. Penghancuran dan degradasi hutan
berpengaruh besar terhadap perubahan iklim dalam dua hal. Pertama, perambahan
dan pembakaran hutan melepaskan karbon dioksida ke atmosfir. Kedua, kerusakan
hutan akan mengurangi area hutan yang menyerap karbon dioksida. Peran mereka
dalam mengatur iklim sangat penting sehingga jika kita terus menghancurkan
hutan tropis, maka kita akan kalah dalam memerangi perubahan iklim. Hutan
adalah rumah bagi keanekaragaman hayati dunia yaitu jutaan binatang dan
tumbuhan. Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung kepada hutan
sebagai sumber kehidupan mereka. Maka mari galakkan Protect Paradise untuk
menyelamatkan habitat harimau sumatera jika tidak ingin nasib hewan ini punah
seperti yang berada di Pulau Bali dan Pulau Jawa.
Kerusakan hutan sering dilakukan dengan pengeringan lahan dan
pembalakan hutan yang dapat melepaskan karbon yang ada di dalam gambut ke
udara. Pembakaran yang terjadi di lahan gambut yang telah kering melepaskan
karbon. Hutan gambut lenyap akibat pembalakan, pengeringan dan di bakar untuk
perluasan kelapa sawit. Lahan gambut ini (dengan kedalaman lebih
dari 2 meter) menyimpan karbon yang sangat besar. Ketika mereka di
keringkan dan di bakar akan menjadi sebuah bom karbon, melepaskan hampir dua
milliyar ton karbondioksida berbahaya setiap tahun.
Agar kerusakan
hutan tidak semakin parah maka dilakukan moratorium deforestasi. Moratorium deforestasi adalah mekanisme untuk menahan kehancuran
hutan, sementara itu moratorium juga menyediakan waktu dan ruang yang
dibutuhkan untuk membangun jaringan dari area yang dilindungi dan area yang
memang didedikasikan untuk pengelolaan hutan yang bertanggung jawab secara
sosial dan lingkungan. Moratorium semacam ini akan menciptakan insentif bagi
industri untuk meningkatkan produktivitas secara dramatis dalam wilayah-wilayah
perkebunan yang ada.
Pada tahun 2003,
hutan hujan Indonesia berkurang lebih cepat dari hutan manapun di dunia. Bisnis
kuat yang dikendalikan beberapa keluarga menghancurkan hutan seluas negara
Belgia tiap tahunnya untuk membuat kertas, kertas pembungkus dan kayu murah.
Ratusan ribu hektar hutan dan lahan gambut yang kaya karbon terbakar saat
perusahaan kelapa sawit membuka hutan untuk perkebunan homogen yang luas,
menggusur masyarakat lokal dan menghancurkan habitat orangutan terakhir dan
Harimau Sumatra.
Kerjasama menurunkan
emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+), telah
ditandatangani pada 16 Mei 2012. REDD, atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation (Pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan): Sebuah
mekanisme untuk mengurangi emisi GRK dengan cara memberikan kompensasi kepada
pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.
Pengurangan emisi atau deforestasi yang dihindari
diperhitungkan sebagai kredit. Jumlah kredit karbon yang diperoleh dalam waktu
tertentu dapat dijual di pasar karbon. Sebagai alternatif, kredit yang
diperoleh dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan
kompensasi finansial bagi negara negara peserta yang melakukan konservasi
hutannya. Skema REDD memperbolehkan konservasi hutan untuk berkompetisi secara
ekonomis dengan berbagai kegiatan ekonomi lainnya yang memicu deforestasi.
Pemicu tersebut saat ini menyebabkan terjadinya pembalakan yang merusak dan
konversi hutan untuk penggunaan lainnya, seperti padang penggembalaan ternak,
lahan pertanian, dan perkebunan.
Peninjauan
kembali izin menjadi penting untuk segera dilakukan dalam rangka mempercepat
proses perbaikan tata kelola kehutanan, sehingga perlu diregulasi. Inisiatif
tersebut juga sejalan dengan Letter of Intent yang ditandatangani oleh
pemerintah Indonesia dan Norwegia, dan semestinya menjadi salah satu indikator
kesuksesan pelaksanaan moratorium.
Pelaksanaan
moratorium untuk mencegah pembalakan hutan yang diantaranya merupakan kayu
berkualitas. Ramin adalah nama dagang umum diberikan untuk sejumlah spesies
kayu keras tropis berwarna terang yang khas berasal dari wilayah Asia Tenggara,
terutama Indonesia dan Malaysia. Kayu Ramin memiliki nilai komersial yang
tinggi, dan digunakan untuk membuat produk seperti bingkai foto, tongkat
bilyar, tirai, pegangan perkakas dan cetakan dekoratif.
Di Indonesia,
penyebaran ramin sebagian besar terbatas pada hutan hujan dibawah ketinggian
1500 meter. Habitat utama untuk salah satu spesies utama ramin di Indonesia (Gonystylus
bancanus) adalah hutan rawa gambut di provinsi Riau, Jambi dan Sumatra
Selatan, dan provinsi Kalimantan Barat dan Tengah.
Meskipun ramin
Indonesia adalah spesies yang dilindungi secara internasional, habitatnya terus
ditebang habis – mendorong ramin dan spesies yang terancam lainnya seperti
harimau Sumatra menuju kepunahan. Kayu ramin dari pembukaan hutan ini dicampur
dengan berbagai kayu hutan hujan lain untuk memuaskan sektor pulp dan kertas.
Tempat untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan industri harus melakukan
tindakan untuk melindungi hutan rawa gambut dan membasmi penebangan liar dan
perdagangan ramin.
Sumber:
http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/reports/Mengantar-Indonesia-Menuju-Jalur-Pembangunan-Baru/